Tuhan telah mempersiapkan dana dalam bentuk Aset, yang selalu berada di bawah pengawasan dan dikelola oleh Petugas-petugas Nya (Para Sesepuh) di gudang-gudang rahasia.
Warehouses
Gudang-gudang rahasia ini dijamin dengan sistem kontrol mereka sendiri, di bawah otoritas hak veto tunggal dari Badan Induk Perwalian Perseorangan-ICC UN SWISSINDO, Bagian dari Exhibits AB, bersama dengan Final Audit Bank Dunia pada tanggal 28 September 2007, sebagai Lampiran ASBLP – 0333902-2010 dan Sertifikat-sertifikat Yang Dapat Diterima sebesar USD 1,000,000,000,000,000,000 (Satu Kuintiliun), untuk memulihkan dunia melalui Perintah Pembayaran 1-11 (P1-11) sebagai modal untuk mempersiapkan Perjanjian Dunia Baru dalam pembentukan Surga Agung di Bumi.
Kebanyakan orang pintar dan terpelajar yang ‘Pakar’, tanpa kekuatan pengetahuan dan persepsi, merasa sulit untuk memahami hal ini. Bahkan, banyak pejabat dan mantan pejabat Indonesia termasuk didalam itu list, dengan saksi-saksi, yang telah pergi ke seluruh negeri untuk mencari Gudang di Indonesia. Oleh karena itu, Perjanjian Green Hilton yang ditandatangani antara Presiden Soekarno dan Kennedy juga merupakan bagian dari pendaftaran Exhibits ‘A’, tercantum di list Sertifikat UBS yang sama dengan total volume 74,760,920,184 kilogram emas dan platinum.
Para Penjaga, Kustodian dan Sesepuh
Presiden RI yang pertama, Ir. Soekarno mendirikan serangkaian ‘bunker’ atau gudang dan memilih Pemegang Mandat dan Penjaga Gudang di antara para petugasnya yang dipercaya. Beberapa dari Penjaga, Kustodian dan Sesepuh ini masih hidup, tinggal di luar negeri atau di Indonesia dan diantaranya telah mencapai usia di atas 100 tahun. Pemegang Mandat dan penjaga belum pernah dibayar dan aset-aset itu belum pernah dipergunakan karena peralihan kekuasaan dan Tragedi Besar 1965, G30S PKI (Gerakan 30 September).
Sebelum aset dapat dimanfaatkan, sebuah Kudeta terjadi yang mengakibatkan pemindahan otoritas/kekuasaan. KSAU TNI-AU (Angkatan Udara Khusus RI) dan beberapa lainnya dituduh terlibat dalam pembantaian PKI G30S. Ini membutuhkan tindakan yang secepatnya dari Presiden Soekarno untuk menyelamatkan aset-aset itu. Melalui perintah yang dirahasiakan, ia memerintahkan para kurirnya untuk memberitahukan para Pemegang Mandat dan Penjaga Gudang untuk melarikan diri dan mengganti seluruh identitas mereka, meninggalkan tempat tinggal atau pos mereka dan menyelamatkan Kunci-kunci dan Peta-peta nya, saat menunggu perintah lebih lanjut.
Kepresidenan Pertama RI - Ir. Soekarno
Di era ini, ketentuan jaminan aset-aset tersebut tidak diperlukan, karena semua Pemegang Mandat dan Penjaga Gudang juga ditunjuk sebagai anggota Dewan Republik Indonesia, termasuk Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Keuangan.
Kepresidentan Kedua RI - Soeharto
Di era Orba (Orde Baru) rezim, setelah Pemerintahan RI pertama Ir. Soekarno, keberadaan Dewan Republik Indonesia dihapus dan digantikan oleh DPA-Dewan Penasihat Republik Indonesia, tanpa melibatkan semua Pemegang Mandat dan Penjaga Gudang sebagai anggota mereka, karena mereka tidak lagi dianggap sebagai Pemegang Aset Negara, tetapi sebagai warga negara biasa, adanya upaya untuk semua Aset / Harta Karun dikendalikan secara tidak sah, padahal seharusnya dirangkul bersama untuk membantu Negara seperti yang telah direncanakan oleh Ir. Soekarno, pada saat Sumpah Pengangkatan Para Pemegang Amanat yang merupakan bagian / substitusi dari mandat, sebagaimana disebutkan di atas, untuk membangun daerah-daerah di 27 Provinsi di Indonesia pada saat itu.
Bunker atau Gudang rahasia, di bawah otoritas veto tunggal dari Badan Induk Perwalian Perseorangan-ICC dari UN Swissindo, dilindungi dan dijamin di bawah Otoritas Tunggal oleh Pemilik Royal K.681 M1, Bullion Big Bank Ratu Mas Kencana Room A1-1A.
Tragedi Besar 1965 (Gerakan 30 September)
G30S - PKI (Partai Komunis Indonesia)
Setelah pembunuhan Presiden John F. Kennedy, sebelum pelaksanaan PERINTAH PENGGUNAAN ASET muncul, terjadi Kudeta yang mengakibatkan PENGALIHAN otoritas/kekuasaan, dan penangkapan KSAU TNI AU (Angkatan Udara Khusus Bersenjata RI) dan beberapa orang yang dituduh terlibat dalam pembantaian G30S PKI, 1965 (Pembunuhan 7 Jenderal / Pahlawan Revolusi).
Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah partai non-ruling komunis terbesar di dunia sebelum dihancurkan pada tahun 1965 dan merupakan partai terlarang ditahun-tahun berikutnya.
PKI muncul kembali di panggung politik setelah Jepang menyerah pada 1945, dan secara aktif mengambil bagian dalam perjuangan kemerdekaan dari Belanda. Banyak unit persenjataan berada di bawah kendali atau pengaruh PKI. Terlebih lagi, perkembangan PKI menyulitkan sektor sayap kanan dari politik Indonesia, serta beberapa kekuatan asing, terutama Amerika Serikat yang sangat anti-komunis.
Pada malam 30 September dan 1 Oktober 1965, tujuh Jenderal angkatan darat tertinggi Indonesia dibunuh dan mayat mereka dilemparkan ke dalam sumur (lubang buaya). Pembunuh-pembunuh para Jenderal tersebut mengumumkan pada keesokan harinya, bahwa Dewan Revolusi yang baru telah merebut kekuasaan, dan menyebut diri mereka “Gerakan 30 September” (G30S).
Antara satu hingga tiga juta orang Indonesia tewas dalam pembantaian didalam tragedi tersebut, termasuk non-Komunis menjadi korban pembunuhan karena kesalahan identitas atau “kesalahan dalam asosiasi.” Namun, karena kurangnya informasi sehingga sulit untuk menentukan jumlah korban yang terbunuh secara pasti. Sebuah studi CIA menilai tentang peristiwa yang terjadi di Indonesia bahwa “Dari banyaknya jumlah yang tewas, dalam pembantaian anti-PKI di Indonesia menduduki peringkat sebagai salah satu pembunuhan massal terburuk pada abad ke-20…..”
Amerika Serikat CIA memainkan peran penting dalam genosida (pembunuhan massa), yang meliputi penyediaan bantuan ekonomi, teknis dan militer kepada militer Indonesia, dan juga menyediakan “daftar pembunuhan” melalui kedutaan AS di Jakarta yang berisi nama-nama ribuan tersangka berpangkat tinggi anggota PKI. Menurut pembuat film dokumenter Joshua Oppenheimer, film direktur The Act of Killing dan The Look of Silence:
“Kami tahu bahwa pejabat kedutaan AS mengumpulkan daftar ribuan nama tokoh masyarakat di Indonesia dan menyerahkannya kepada tentara dan mengatakan, ‘Bunuh semua orang di daftar ini dan tandai nama-namanya setelah dibunuh, dan berikan daftar itu kembali kepada kami ketika Anda telah menyelesaikannya’.”
(Wawancara dengan Mr. Oppenheimer klik di sini, atau untuk filmnya, The Act of Killing, klik di sini.)
Majalah TIME memberikan pernyataan seperti berikut pada tanggal 17 Desember 1965:
“Komunis, ribuan orang simpatisan Merah dan keluarga mereka dibantai. Unit tentara dari Pelosok daerah melaporkan telah mengeksekusi ribuan komunis setelah interogasi di penjara terpencil. Dipersenjatai dengan pisau berbilah lebar yang disebut ‘parang’, kelompok-kelompok Muslim merayap di malam hari ke rumah-rumah komunis untuk membunuh seluruh keluarga dan menguburkan tubuh mereka di kuburan yang dangkal.
Kampanye pembunuhan menjadi sangat brurtal di daerah pedesaan di Jawa Timur, dimana kelompok-kelompok Muslim menempatkan kepala korban di tiang dan mengarak mereka melalui desa-desa. Pembunuhan telah sedemikian besar sehingga pembuangan mayat-mayat itu telah menciptakan masalah sanitasi yang serius di Jawa
Timur dan Sumatra Utara, di mana udara lembap dipenuhi dengan bau daging busuk. Pelancong dari daerah-daerah itu menceritakan tentang sungai-sungai kecil dan sempit yang tersumbat oleh mayat. ”
Pembersihan itu adalah peristiwa sangat penting dalam transisi menuju “Orde Baru” dan penghapusan PKI sebagai kekuatan politik. Pergolakan itu menyebabkan jatuhnya Presiden Soekarno dan dimulainya kediktatoran tiga dekade Soeharto.
Pembunuhan tentara Jenderal tidak ada dalam agenda Gerakan 30 September, menurut Kolonel Abdul Latief yang merupakan salah satu tokoh kunci dalam Gerakan peristiwa tersebut, tetapi pembunuhan mereka mengubah segalanya – mengubah sejarah Indonesia, yang menyebabkan Jenderal Soeharto mengambil kekuasaan dan membuat kekacauan, hal ini merupakan salah satu pembunuhan massal terbesar pada abad ke-20, yang mengakibatkan hilangnya satu sampai tiga juta orang yang tidak berdosa di Indonesia. PKI, di bawah DN Aidit, adalah partai komunis terbesar di luar Sino-Soviet bloc, dan pengurangannya menjadi titik balik di Perang Dingin. Interferensi CIA dan orkestrasi kudeta adalah upaya untuk menemukan, menambah akses dan menkontrol ‘Goden’ aset dunia di gudang-gudang tersembunyi.
Surat-surat Duplikat dan Dokumen-dokumen palsu yang dicetak telah beredar di dalam negeri dan luar negeri dengan dakwaan sadis yang di rekayasa untuk Pemberontakan G30S PKI pada tahun 1965. Ini adalah surat-surat / dokumen-dokumen yang sering mencelakakan banyak orang dan warga Indonesia. Banyak yang telah “Tersesat dan / atau Tertangkap dan kemudian Dirilis” dengan membayar denda jutaan Dolar AS, sebagai upaya untuk mencairkan aset tanpa persetujuan dari pemilik aslinya.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada Tuhan Yang Maha Kuasa – atas tragedi mengerikan dari masalah G30S PKI 1965, Supersemar 11 Maret 1966 dan pembantaian Sejarah Milestones UBS, puncak dari Perjanjian Historis yang dinyatakan sebagai malapetaka manusia – Dunia Internasional dan Rakyat Indonesia, dengan demikian memulihkan nama baik dari pihak-pihak dan keluarga mereka, yang dituduh sebagai Fitnah Besar G30S PKI, sebagai Penyelamat Dunia.
Semua Aset G30S PKI-65, sejak 1945 pasca Perang Dunia II, berada di bawah kendali Konsorsium Internasional UN-SWISSINDO, sebagai Lembaga Internasional Regional Founding Father, dan Otoritas Veto Royal K.681 M1, Pemilik Tunggal dan Otoritas Bullion Big Bank Ratu Mas Kencana Room A1-1A.
Untuk informasi lebih lanjut tentang warisan paska – Presiden Soekarno, tandingan terhadap narasi sejarah. https://en.wikipedia.org/wiki/De-Sukarnoization